Senin, 17 Oktober 2011

TAHAPAN DAN METODE PENGAJARAN ANAK USIA DINI

PENDAHULUAN

Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang fisik, mental, dan psikososial, yang berjalan sedemikian cepatnya sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak. Kelainan atau penyimpangan apapun apabila tidak diintervensi secara dini dengan baik pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara nyata mendapatkan perawatan yang bersifat purna yaitu promotif, preventif, dan rehabilitatif akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya.
Selain itu anak usia dini memiliki karakteristik dan keunikan yang beragam untuk itu sebagai orang tua atau pendidik semestinya kita harus menyadari dan mengembangkan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan perkembangan anak sehingga bakat dan kemampuan anak dapat tersalurkan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Untuk itu sebagai orang tua atau pendidik seharusnya mengetahui metode yang tepat untuk pembelajaran anak usia dini.
Disini penulis sedikit mengulas tentang tahapan perkembangan anak usia dini dan metode yang bisa digunakan untuk mengembangkan rasa keingintahuan anak dan keinginan untuk belajar anak dalam mengenal dunianya.
















PEMBAHASAN


A.  TAHAPAN ANAK USIA DINI
Pembelajaran anak merupakan salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama pada masa-masa kritis, yaitu usia 0 – 8 tahun. Kehilangan pengasuhan yang baik, misalnya perceraian, kehilangan orang tua, baik untuk sementara maupun selamanya, bencana alam dan berbagai hal yang bersifat traumatis lainnya sangat mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologisnya.
Dengan demikian, kehilangan atau berpisah dari keluarga ini akan meningkatkan risiko kesehatan, perkembangan dan kesejahteraan anak secara keseluruhan. Risiko ini akan meningkat, apabila kehilangan ini terjadi dalam masa kritis pertumbuhan anak, yaitu masa awal kanak-kanak. Akibat bencana alam, perang, perceraian, kematian orang tua dan anggota keluarga lainnya, dan kelahiran tak dikehendaki seorang anak dapat mengalami kesulitan berkembang menjadi manusia dewasa seutuhnya.
Dengan mengacu kepada konsep dasar tumbuh kembang maka secara konseptual pengajaran adalah upaya dari lingkungan agar kebutuhan-kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang (asuh, asih, dan asuh) terpenuhi dengan baik dan benar, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Akan tetapi, praktiknya tidaklah sesederhana itu karena praktik ini berjalan secara informal, sering dibumbui dengan hal-hal yang tanpa disadari dan tanpa disengaja. Dengan demikian hubungan inter dan intrapersonal orang-orang di sekitar anak tersebut dan anak itu sendiri sangat memberi warna pada praktik pengajaran anak.
Menurut Sears (1957) child rearing is not a technical term with precise significance. It refers generally to all the interactions between parents and their children. These interactions between parents and their children include the parent expressions of attitudes, values interests, and beliefs as well as their children care-taking and training behavior. Sociologically speaking, these interactions are an inseparable class of events that prepare the child, intentionally or not, for continuing his life (Sunarwati, 2007).
Pada kenyataannya seringkali kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang tidak didapatkan anak dengan baik dan benar. Beberapa contoh adalah:
a.       Asuh, misalnya ketiadaan pemberian Air Susu Ibu (ASI) dengan pengganti ASI saja (meskipun belakangan ini ada susu-susu formula yang diupayakan mendekati kualitas ASI, yaitu dengan kandungan lizozim laktoferin dan laktosa), dan ketidaktahuan sehingga terjadi penelantaran anak
b.      Asih, misalnya pada kehamilan tak diinginkan yang berkepanjangan, kasih sayang ibu yang tak benar (smother love versus mother love)
c.       Asah, misalnya dusta putih, suasana murung, sepinya komunikasi, pertengkaran, kekerasan dalam keluarga, disparitas gender, dan sebagainya.
Thurbe dan Cursnann telah meneliti secara kohort selama 21 tahun terhadap 120 anak yang dilahirkan dari kehamilan yang tidak dikehendaki dibandingkan dengan 120 anak dengan keadaan setara namun lahir dari kehamilan yang diinginkan. Mereka menemukan bahwa kelompok anak yang tidak diinginkan menunjukkan perilaku asosial lebih banyak, lebih sering membutuhkan jasa dokter ahli jiwa serta kecerdasannya pun lebih rendah daripada kelompok anak yang lahir dari kehamilan yang diinginkan.
Dalam kaitan tercapainya keeratan ikatan ibu-anak, selain kontak kulit, visual dan emosi sesegera mungkin setelah anak lahir, banyak peneliti mengemukakan pula perlunya pemberian asah jauh sebelum anak dilahirkan, yaitu dengan memperdengarkan musik klasik serta berbicara dengan anak selama masih dalam kandungan. Pengasuhan anak oleh subtitusi ibu, baik yang paruh waktu (misalnya di tempat penitipan anak) maupun yang purna waktu (misalnya oleh pramusiwi) harus selalu memperhatikan hal-hal tersebut di atas, yaitu pada dasarnya agar asuh, asih, asah didapatkan anak dengan baik dan benar (Sunarwati, 2007).
Oleh karena itu, dalam pengasuhan anak ada empat hal yang harus dipenuhi, yaitu bahwa setiap anak membutuhkan orang tua, dan tumbuh secara alamiah dengan saudara kandung yang dimilikinya, di dalam rumah mereka sendiri dan di dalam lingkungan yang mendukungnya. Diharapkan bahwa pengasuhan anak ini akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pounds, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan (Soethiningsih, 1995)
Menurut teori perkembangan psikososial Erikson ada empat tingkat perkembangan anak yaitu :
1.      Usia anak 0 - 1 tahun yaitu trust versus mistrust. Pengasuhan dengan kasih sayang yang tulus dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi menimbulkan "trust" pada bayi terhadap lingkungannya. Apabila sebaliknya akan menimbulkan "mistrust" yaitu kecemasan dan kecurigaan terhadap lingkungan.
2.      Usia 2 - 3 tahun, yaitu autonomy versus shame and doubt. Pengasuhan melalui dorongan untuk melakukan apa yang diinginkan anak, dan sesuai dengan waktu dan caranya sendiri dengan bimbingan orang tua atau pendidik yang bijaksana, maka anak akan mengembangkan kesadaran autonomy. Sebaliknya apabila pendidik tidak sabar, banyak melarang anak, akan menimbulkan sikap ragu-ragu pada anak. Hal ini dapat membuat anak merasa malu.
3.      Usia 4 - 5 tahun, yaitu inisiative versus guilt, yaitu pengasuhan dengan memberi dorongan untuk bereksperimen dengan bebas dalam lingkungannya. Pendidik dan orang tua tidak menjawab langsung pertanyaan anak, maka mendorong anak untuk berinisiatif sebaliknya, bila anak selalu dihalangi, pertanyaan anak disepelekan, maka anak akan selalu merasa bersalah.
4.      Usia 6 - 11 tahun, yaitu industry versus inferiority, bila anak dianggap sebagai "anak kecil" baik oleh orang tua, pendidik maupun lingkungannya, maka akan berkembang rasa rendah diri, dampaknya anak kurang suka melakukan tugas-tugas yang bersifat intelektual dan kurang percaya diri.
Teori lainnya yang berkaitan dengan perkembangan kognitif, yaitu Piaget menyebutkan bahwa ada tiga tahapan perkembangan kognitif anak, yaitu :
1.      Tahap sensorimotorik (usia 0 - 2 tahun). Pada tahap ini anak mendapatkan pengalaman dari tubuh dan indranya.
2.      Tahap praoperasional. Anak berusaha menguasai simbol-simbol (kata-kata) dan mampu mengungkapkan pengalamannya, meskipun tidak logis (pra-logis). Pada saat ini anak bersifat egosentris, yaitu melihat sesuatu dari dirinya (perception centration), dengan melihat sesuatu dari satu ciri, sedangkan ciri lainnya diabaikan.
3.      Tahap operasional kongkrit. Pada tahap ini anak memahami dan berpikir yang bersifat kongkret belum abstrak.
4.      Tahap operasional formal. Pada tahap ini anak mampu berpikir abstrak.
Berkaitan dengan anak-anak, beberapa anak ditemukan memiliki kerentanan untuk menghadapi perubahan atau tekanan yang mereka hadapi.Akan tetapi, tidak jarang pula, orang tua atau pendidik mengeluhkan anak-anak memerlukan penyesuaian diri yang lama terhadap situasi baru, atau anak yang trauma dengan pengalaman negatif, seperti kehilangan sahabat, pindah rumah, nyaris tenggelam di kolam renang, atau menjadi korban bencana alam seperti gempa (Ilham, 2007).

B.  METODE BELAJAR BAGI ANAK USIA DINI
Walaupun pendidikan berlangsung sepanjang hayat, namun menurut Maria Montessori, enam tahun pertama masa anak sebagai jangka waktu yang paling penting bagi perkembangannya. Tahun prasekolah menjadi masa anak membina kepribadian mereka. Karenanya, setiap usaha yang dirancang untuk mengembangkan minat dan potensi anak harus dilakukan pada masa awal ini untuk membimbing anak menjadi diri mereka dengan segala kelebihannya. Orangtua dan pendidik harus dapat membantu anak menyadari dan merealisasikan potensi anak untuk menimba ilmu pengetahuan, bakat, dan kepribadian yang utuh.
Acuan memilih metode pengajaran untuk anak usia 0-6 tahun menurut Penasehat Himpunan Tenaga Kependidikan Usia Dini, Dr. Anggani Sudono MA, adalah melibatkan anak dalam kegiatan belajar. Ketika di sekolah anak diajak memilih materi yang ingin dieksplorasi. Dengan begitu anak mendapat inspirasi dan belajar mengambil keputusan sendiri. Terdapat beberapa metode pengajaran yang disesuaikan dengan tahap usia anak:
v  Usia 0-3 tahun: anak dapat mengikuti kegiatan di sekolah taman bermain. Apapun metodenya, yang harus diperhatikan ialah hubungan komunikasi guru dengan anak, bagaimana cara guru itu berkomunikasi. Ketika mengajar, sebaiknya guru tidak mendominasi kegiatan anak.
v  Usia 5 tahun: berikan kegiatan yang dapat memberi kesempatan pada anak mengobservasi sesuatu. Sebaiknya pendidik tidak melulu mencontohkan lalu anak mengikuti. Tapi, biarkan anak mencoba-coba, misal anak menggambar bunga dengan warna hijau, kuning atau biru. Pendidik dapat memberikan kosakata baru pada anak dan membiarkan mereka merangkai kalimat.
v  Usia 6-12 tahun: perbanyak melatih kemampuan anak bercerita dan mempresentasikan apa yang mereka ketahui. Metode belajar ditekankan pada bagaimana anak berpikir kreatif, misalnya ketika menjelaskan suatu hal atau benda. Salah satunya dengan metode main maping, yaitu membuat jaringan topik. Misal, minta anak menjelaskan konsep meja dan biarkan anak memaparkan satu persatu pengetahuannya tentang meja mulai dari berbagai bentuk, fungsi sampai jumlah penyangganya.
Proses belajar-mengajar yang baik adalah jika anak berinteraksi dengan pendidik, yaitu orangtua dan guru. Maka pendidik harus pandai menciptakan situasi yang nyaman, membangkitkan semangat belajar, dan anak antusias belajar dengan memberikan metode pengajaran yang tepat. Jika tipe belajar anak lebih aktif melalui alat pendengarannya (auditif ), maka anak diajarkan dengan mendengarkan kaset yang diselingi dengan menunjukkan gambarnya (demonstrasi). dapat juga dengan memutarkan video agar anak dapat melihat (visual) dengan jelas apa yang terjadi. Dengan harapan, tujuan pembelajaran akan lebih mudah tercapai.
Berikut ini beberapa metode pengajaran yang dapat Anda pilih antara lain :
a)      Metode Global (Ganze Method)
Anak belajar membuat suatu kesimpulan dengan kalimatnya sendiri. Contohnya, ketika membaca buku, minta anak menceritakan kembali dengan rangkaian katanya sendiri. Sehingga informasi yang anak peroleh dari hasil belajar sendiri akan dapat diserap lebih lama. Anak juga terlatih berpikir kreatif dan berinisiatif.
b)      Metode Percobaan (Experimental method)
Metode pengajaran yang mendorong dan memberi kesempatan anak melakukan percobaan sendiri. Menurut Maryam, staf pengajar di Sekolah Alam Ciganjur, Jakarta Selatan, terdapat tiga tahapan yang dilakukan anak untuk memudahkan masuknya informasi, yaitu mendengar, menulis atau menggambar lalu melihat dan melakukan percobaan sendiri. Misalnya, anak belajar tentang tanaman pisang, pendidik tak hanya menjelaskan tentang pisang tapi juga mengajak anak ke kebun untuk mengeksplorasi tanaman pisang. Dengan belajar dari alam, anak dapat mengamati sesuatu secara konkret. Kegiatan ini dapat dilakukan mulai umur empat sampai 12 tahun.
c)      Metode Resitasi (Recitation Method)
Berdasarkan pengamatan sendiri, minta anak membuat resume. Maryam menambahkan, pada usia 4-12 tahun merupakan masa kritis anak yang selalu menanyakan, Mengapa begini dan begitu?. Misalnya anak bertanya, Mengapa pohon dapat berbuah? Libatkan anak untuk mengamati proses pembiakan lalu minta anak menyimpulkannya sendiri.
d)     Metode Latihan Keterampilan (Drill Method)
Kegiatan yang mewakili metode ini sering Anda lakukan bersama si kecil, yaitu membuat prakarya (artwork). Sekolah Learning Vision menggunakan metode ini untuk mendorong anak belajar menjalani proses ketika membuat patung dari lilin atau karya tiga dimensi lainnya. Selain melatih kemampuan motoriknya, seperti menulis, menggambar, menghias dan menggunakan alat-alat. Anda juga dapat mengajarkan anak berhitung secara konkret.
e)      Metode Pemecahan Masalah (Problem solving Method)
Berikan soal-soal yang tingkat kesulitannya dapat disesuaikan dengan kemampuan anak. Lalu ajak anak mencari solusinya bersama-sama.
f)       Metode Perancangan (Project Method )
Kegiatan yang mengajak anak merancang suatu proyek yang akan diteliti sebagai obyek kajian. Salah satu sekolah yang menggunakan metode ini adalah Tutor Time. Pola pikir anak menjadi lebih berkembang dalam memecahkan suatu masalah serta membiasakannya menerapkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki.
g)      Metode Bagian (Teileren Method)
Metode pengajaran ini mengaitkan sebagian-sebagian petunjuk yang mengarah pada sesuatu, seperti potongan puzzle yang digabungkan satu persatu. Setelah orangtua berhasil mengidentifikasi cara belajar yang tepat bagi anaknya, perlu pula mendapatkan implementasi konsep pengajaran yang sesuai dengan karakter dan kemampuan anak.
Berikut beberapa konsep pengajaran yang biasa diterapkan di tahap pengajaran prasekolah:
a)      Holistic Education
Banyak pakar pendidikan menyatakan bahwa pendidikan seyogyanya dipahami sebagai seni menanamkan dimensi moral, emosi, fisik, psikologi, dan spiritual dalam perkembangan anak. Pemikiran holistik meliputi keseluruhan dimensi dan integrasi banyak tahap dari pemahaman dan pengalaman anak dibanding sekadar penemuan kemampuan anak pada satu hal saja. Pendidikan holistik bertujuan untuk mengembangkan penghormatan intrinsik pada kehidupan dan cinta belajar. Cara yang dilakukan berupa memunculkan rasa cinta lingkungan dan mendorong kreativitas anak. Seni dari pendidikan holistik ini terletak pada keberterimaan cara belajar dan kebutuhan anak yang berbeda.
b)      Kumon
Metode yang ditemukan di Jepang pada 1954 ini menekankan pada motivasi diri agar anak tak tergantung pada orang lain untuk belajar. Program ini difokuskan pada membentuk keterampilan anak dalam kemampuan berbahasa Inggris, matematika, dan lainnya berdasarkan kesadaran akan kebutuhan diri sendiri. Anak dilatih juga untuk belajar dari kesalahan yang dibuatnya dengan bimbingan instruktur sehingga anak menjadi tak takut untuk belajar sesuatu dan percaya diri.
c)      Montessori
Konsep pengajaran yang ditemukan oleh pakar pendidikan usia dini, Dr. Maria Montessori, ini didasarkan pada potensi dan karakter anak sesuai perkembangan usianya. Secara normal setiap anak memiliki karakteristik untuk suka mencari tahu, konsentrasi spontan, mulai memahami realita, suka ketenangan dan bekerja sendiri, memiliki rasa posesif, ingin melakukan semuanya sendiri, patuh, independen dan berinisiatif, disiplin diri spontan, serta ceria. Kesemua sifat ini dimiliki anak secara normal dan metode pengajaran yang diterapkan tak melawan kenormalan ini. Justru menggunakan karakter ini untuk memasukkan berbagai pemahaman nilai dan keterampilan.
d)     Multiple Intelligence (MI)
Pendekatan pengajaran dengan konsep multiple intelligence ini mendorong anak untuk mengeksplorasi kemampuan dan keterampilan intelektualnya, seperti seni, matematika, atau bahasa. Dasar dari pendekatan multiple intelligence ini adalah keyakinan bahwa setiap anak memiliki cara belajar yang berbeda. Tiap anak mempunyai kelebihan dan kekurangan yang berbeda dalam kemampuan intelektualnya. Menurut pakar pendidikan anak dari AS, Howard Gardner, terdapat tujuh kemampuan intelektual pada anak, yaitu verbal (bahasa), logical (matematika), visual (spasial), kinestetik, musikal (ritme), interpersonal, dan intrapersonal. Karenanya pendidik menggunakan pendekatan MI untuk mengakomodasi cara belajar dan kemampuan intelektual anak yang berbeda dalam kurikulumnya. Konsep MI biasanya digunakan di prasekolah Religion-based Preschools Pengajaran yang dilakukan difokuskan pada pembentukan kemampuan akademik, sosial, emosi, dan keterampilan mental yang didasarkan pada kerangka spiritual. Banyak sekolah menggunakan prinsip agama sebagai panduan pendekatan pola pengajaran sehingga perkembangan dirinya tetap berlandaskan personal spiritual yang kuat.
e)      Smart Reader
Program ini semakin popular di seluruh Asia. Diciptakan oleh pakar pendidikan anak, Dr.Richard Ong dan Dr. KH Wang, Smart Reader merupakan konsep belajar baru yang bertujuan untuk mengubah potensi anak menjadi sebuah prestasi. Metode ini dilakukan secara intensif dalam kelas kecil. Orangtua dapat memilih program intens yang sesuai untuk kebutuhan anaknya, seperti smart reader programme, smart maths, computer whiz, English programme, dan lainnya.
f)       Thematic Approach
Program ini tepat diterapkan pada anak prasekolah untuk memberi pemahaman yang menyeluruh tentang suatu tema. Pengajaran iptek, seni, bahasa, konsep sosial, dan matematika dapat diintegrasikan bersama dari sebuah tema yang dipilih. Anak dapat membuat hubungan dari sebuah tema mulai dari proses sampai hasilnya. Seperti, tema tentang kupu-kupu. Anak membaca cerita atau puisi tentang kupu-kupu untuk belajar membaca dan keterampilan berbahasa, mewarnai gambar kupu-kupu untuk belajar bentuk dan komposisi warna, dan mempelajari proses metamorfosis dari ulat, kepompong, hingga menjadi kupu-kupu untuk mempelajari iptek.
g)      The Glen Doman Method
Glen Doman merupakan pendiri Institute for the Achievement of Human Potential (IAHP) yang terkenal dengan konsep pengajaran berdasarkan tingkat perkembangan otak anak yang masih terbatas. Ia menyakini bahwa metode pengajaran konvensional sangat mengeksploitasi gairah anak untuk memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan lain. Berdasarkan usia, anak memang masih memiliki keterbatasan yang tak dapat dipaksakan. Seperti, jika orang dewasa berkata dengan berbisik, maka anak usia 18 bulan tak akan memberi respon karena pendengaran belum cukup berkembang untuk menangkap bisikan itu. Atau anak tak bisa membaca jelas karena kemampuan visualnya belum sempurna untuk melihat huruf kecil. Sebaiknya anak disajikan gambar yang besar dengan warna terang. Metode ini dijalankan dengan menggunakan flashcards yang disertai petunjuk. Ideal bagi anak usia 10-18 bulan.
h)      The Reggio-Emilia Approach
Metode ini mulai dikenal pada 1960-an di Itali dengan mendasarkan pada pemberdayaan anak untuk ikut berpartisipasi dalam proses belajar. Pengajaran dipusatkan pada panjang pendeknya masa belajar anak melalui eksplorasi pada suatu obyek dan anak memenuhi keingintahuannya tentang obyek itu hingga maksimal. Anak dilatih untuk bekerja mengamati sesuatu berdasarkan rencana belajar dan waktu yang telah disusun.



i)        The Shichida Method
Metode Shichida atau Right Brain Training yang ditemukan Prof. Makoto Shichida ini meyakini bahwa 90 persen pembentukan otak dilakukan sampai anak usia enam tahun. Selama 40 tahun Schichida mengembangkan teknik untuk dapat menstimulasi sejak dini perkembangan otak kanan sebagai permulaan pondasi untuk kehidupan anak kelak. Dan pembentukan tersebut sudah bisa dimulai sejak anak berusia tiga bulan. Hal ini bisa dilakukan jika anak mendapat metode pengajaran yang tepat. Lima kemampuan yang terdapat di otak kanan juga berhubungan dengan lima kemampuan yang ada di otak kiri. Metode ini mengklaim bahwa kemampuan untuk melihat, mendengar, dan membentuk suatu stimulus dapat diubah menjadi sebuah imej tertentu bagi anak. Metode ini membantu mengembangkan memori fotograf, kemampuan mengkalkulasi kekuatan mental, mengubah perasaan dan pikiran ke dalam kata-kata, berhitung, simbol, kemampuan untuk menguasai bahasa asing, dan membaca cepat.
j)        Total Child Concept
Pengajaran ini diaplikasikan dengan pemberian pengajaran bahasa, matematika, musik, dan penyelesaian masalah. Sebagai tambahan untuk mengembangkan kemampuan akademik anak, Total Child Concept membentuk anak untuk memiliki keterampilan sosial dan emosi agar dapat berpartisipasi sempurna dalam proses pengajaran dan pergaulan sosial. Hal ini diimplementasikan lewat pelatihan kontrol diri, mengembangkan respek, suka menolong, dan tak mementingkan diri sendiri.
Untuk memaksimalkan pengaruh jiwa anak metode pembelajaran dapat dilakukan dengan: modelling, menanamkan rasa bangga, berpikir positif, dan menghindari kritik.
a)      Modelling; bila manusia menemukan model yang tepat, ia akan berusaha menjadi model itu. Ia perlahan-lahan akan mengalami perubahan secara ruhaniah dan jasmaniah, mendekati orang yang menjadi model itu. Ketika ada manusia yang sanggup melakukan sesuatu, manusia lainpun berpikir sama. Mereka berpikir bila orang lain mampu, mengapa mereka tidak. Pikirannya mempengaruhi kekuatan fisiknya. You don’t think what you are. You are what you think.
b)      Menanamkan rasa bangga; adalah David McCleland yang menunjukkan adanya hubungan antara rasa bangga dengan hasrat berprestasi. Bangsa-bangsa yang berhasil membangun peradaban adalah mereka yang merasa menjadi manusia istimewa. McCleland menyebut gerakan Reformasi dan Protestanisme yang disertai dengan keyakinan sebagai umat pilihan. Dalam hubungan dengan pendidikan, pendidik harus berhasil menanamkan pada anak-anak didiknya bahwa mereka bukan sembarang orang, mereka adalah the selected few. Secara praktis, guru dapat mengembangkan rasa bangga.
c)      Berpikir positif; mempunyai pandangan yang positif tentang anak, apa yang dikerjakan, dipikirkan, dan dibicarakan anak adalah sesuatu yang harus didengar dan direspon positif. Berpikir positif juga mempunyai ekspektasi yang baik dan berusaha mewujudkannya. What you think about, comes about. Konon, Henry Ford berkata: ”whether you think you can or think you cannot-you’re right!
d)     Hindari kritik. Ketika seorang anak kecil berjalan, ia terjatuh beberapa kali. Tiada seorang dewasapun yang menegurnya, ”Hai, bodoh betul kamu”. ”Salah, bukan begitu caranya”, atau ”Memang kamu sulit belajar?”, orang-orang dewasa menggembirakannya, mondorongnya, dan memberi semangat kepadanya. Dalam satu tahun, anak ini sudah sanggup berjalan, sebuah gerak yang sangat kompleks baik secara fisik maupun neurologis.




















PENUTUP

Tahapan perkembangan anak usia dini mengalami beberapa tahapan dengan perkembangan sesuai dengan kondisi fisik, psikologis anak untuk itu sebagai orang tua harus mengetahui tahapan itu. Dalam menghadapi itu diperlukan pengajaran sesuai dengan perkembangannya ada beberapa metode yang dapat dipilih seiring dengan perkembangan anak.
Selain itu dalam perkembangan jiwa anak ada beberapa cara yang dapat dipilih modelling, menanamkan rasa bangga, berpikir positif, dan menghindari kritik.




















DAFTAR PUSTAKA

Fasli Jalal, “Peran Pendidikan Non Formal dalam Pembangunan Manusia Indonesia yang Cerdas dan Bermutu”, dalam seminar Sosialisasi Pendidikan Non Formal, Universitas Negeri Yogyakarta, 2006.
Gardner, H. Frame of Mind: the Theory of Multiple Intelligences . New York: Basic Books, 1993
Mansur, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung : Remaja Rosdakarya, Cet. 2, 2004
Reni Akbar-Hawadi, Psikologi Perkembangan Anak Mengenal Sifat, Bakat, dan Kemampuan Anak Jakarta: Grasindo, 2001














1 komentar: